Dibolehkan bagi seorang anak menghajikan ayahnya yang sudah tidak sanggup berhaji atau sudah meninggal berdasarkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu 'Abbas dari Al Fadhal bin 'Abbas radliallahu 'anhum bahwa ada seorang wanita. Dan diriwayatkan pula oleh Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Abu Salamah telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab dari Sulaiman bin Yasar dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Ada seorang wanita dari suku Khats'am pada pelaksanaan Haji Wada' lalu berkata: "Wahai Rasulullah, kewajiban yang Allah tetapkan buat para hamba-Nya tentang haji sampai kepada bapakku ketika dia sudah berusia lanjut sehingga dia tidak mampu untuk menempuh perjalanannya, apakah terpenuhi kewajiban untuknya bila aku menghajikannya?. Beliau menjawab: "Ya".
Juga apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ada seorang wanita dari suku Juhainah datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata: "Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji namun dia belum sempat menunaikannya hingga meninggal dunia, apakah boleh aku menghajikannya?". Beliau menjawab: "Tunaikanlah haji untuknya. Bagaimana pendapatmnu jika ibumu mempunyai hutang, apakah kamu wajib membayarkannya?. Bayarlah hutang kepada Allah karena (hutang) kepada Allah lebih patut untuk dibayar".
Namun disyaratkan bagi seorang yang menggantikan haji orang lain adalah bahwa orang yang menggantikannya itu telah menunaikan kewajiban haji atas dirinya sendiri sebelumnya, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang mengucapkan; LABBAIKA 'AN SYUBRUMAH (ya Allah, aku memenuhi seruanmu untuk Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab; saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah."
Dan tidaklah ada keharusan hubungan kekerabatan antara orang yang menggantikan haji dengan yang digantikan hajinya. Pada dasarnya setiap orang yang sudah menunaikan kewajiban haji atas dirinya maka dibolehkan baginya untuk menghajikan orang lain yang tidak sanggup melaksanakannya atau telah meninggal dunia.
Wallahu A’lam
Sumber : Era Muslim
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar